Bimbingan dan penyuluhan
sebagai suatu ilmu, masih merupakan suatu ilmu yang baru bila di bandingkan
dengan ilmu-ilmu yang lain pada umumnya. Bila kita telusuri maka bimbingan dan
penyuluhan itu mulai muncul sekitar permulaan abad XX. Gerakan ini mula-mula
timbul di Amerika, yang dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frank Parsons,
Jesse B. Davis, Eli Wever, John Brewer dsb.
Para ahli inilah yang mempelopori bergeloranya bimbingan
dan penyuluhan, sehingga kemudian masalah ini berkembang dengan pesatnya.
Secara singkat dapatlah digambarkan tentang perkembangan bimbingan dan
penyuluhan itu sebagai berikut:
Pada tahun 1908 di Boston oleh Frank Parson didirikan
suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai efisiensi kerja, dan beliaulah yang
mengemukakan istilah atau pengertian tentang “Vocational Guidance” yang
meliputi “vocational chioce, vocacional placement” dan “vocacional training”
yang diharapkan akan adanya efisiensi dalam lapangan pekerjaan. Dan beliau pula
yang mengusulkan agar masalah “vocacional guidance” dimasukkan dalam kurikulum
sekolah. Dengan langkah ini dapat kita lihat bagaimana masalah bimbingan ini
mendapatkan perhatian yang begitu jauh oleh beliau ini. Pada tahun 1990 Frank
Parson mengeluarkan buku yang mengupas tentang soal pemilihan jabatan. Dan
pemilihan jabatan ini nanti juga akan merupakan salah satu aspek yang penting
di dalam lapangan bimbingan dan penyuluhan.
Jesse B. Davis yang bertugas sebagai konseler sekolah di
Centre High School di Detroit, telah pula mulai bergerak dalam bidang ini, baik
mengenai masalah-masalah yang ada dalam pendidikan maupun dalam lapangan
pemilihan jabatan. Dan pada tahun 1910-1916 beliau memberikan kuliah-kuliah mengenai
bimbingan dan penyuluhan. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Eli wever di New
York, John Brewer di Universitas Harvard. Dan pada tahun 1913 didirikanlah
suatu perhimpunan di antara para pembimbing itu.
Secara
umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia melalui
sejarah. Sejarah tentang “developing one’s potential “ (pengembangan potensi
individu) dapat ditelusuridari masyarakat Yunani kuno. Mereka menekaankan tentang upaya–upaya untuk
mengembangkan dan memperkuat individu melalui pendidikan, sehingga mereka dapat
mengisi peranannya di masyarakat. Mereka meyakini bahwa dalam dirri individu
terdapat kekuatan-kekuatan yang dapat distimulasi dan dibimbing ke arah
tujuan–tujuan yang berguna, bermanfaat, atau menguntungkan baik bagi dirinya
sendiri maupun masyarakat.
Terkait dengan perhatian masyarakat Yunani ini, Plato dapat dipandang sebagai “konselor” Yunani Kuno, karena dia telah menaruh perhatian yang begitu besar terhadap pemahaman psikologis individu, seperti menyangkut aspek isu – isu moral, pendidikan, hubungan dalam masyarakat, dan teologis. Dia juga menaruh perhatian terhadap masalah-masalah (1) bagaimana membangun pribadi manuasia yang baik melalui asuhan atau pendidikan formal, (2) bagaimana caranya supaya anak dapat berpikir lebih efektif, dan (3) teknik apa yang telah berhasil mempengaruhi manusia dalam kemamapuannya mengambil kepputusan dan mengembangkan keyakinanannya.
Terkait dengan perhatian masyarakat Yunani ini, Plato dapat dipandang sebagai “konselor” Yunani Kuno, karena dia telah menaruh perhatian yang begitu besar terhadap pemahaman psikologis individu, seperti menyangkut aspek isu – isu moral, pendidikan, hubungan dalam masyarakat, dan teologis. Dia juga menaruh perhatian terhadap masalah-masalah (1) bagaimana membangun pribadi manuasia yang baik melalui asuhan atau pendidikan formal, (2) bagaimana caranya supaya anak dapat berpikir lebih efektif, dan (3) teknik apa yang telah berhasil mempengaruhi manusia dalam kemamapuannya mengambil kepputusan dan mengembangkan keyakinanannya.
Sebagai “konselor” kedua dari Yunani
ini adalah Aristoteles (murid Plato). Dia banyak berkonribusi pemikiran ke
dalam bidangan psikologi. Salah satu sumbangan pemikirannya itu adalah studi
tentang interaksi individu dengan lingkungan dan yang lainnnya, serta upaya
mengembangkan fungsi-fungsi individu secara optimal.
Orang besar Yunani lainnya,yaitu
Hippocrates dan para dokter (tabib) lainnya juga menaruh perhatiannya terhadap
bidang psikologi ini, seperti terefleksikan dari pendapatnya, yaitu bahwa
gangguan mental (mental disorder) yang didderita individu disebabkan oleh
faktor alam.
Di Roma, para orang tua bekerja
bersama anak-anaknya,yang berperan sebagai model (teladan) dan mendorong mereka
untuk mengeksplorasi, mempelajari, atau memperluas wawasan tentang pekerjaan.
Masyarakat Yahudi purba mempunyai perhatian terhadap individualitas dan hak
menentukan atau pengaturan diri sendiri (self-determination). Sementara
masyarakat Kristenmenekankanbahwa idealita kemanusiaan menjadi dasar bagi
kehidupan masyarakat demokratis, yang pada abad ini mempengaruhi gerakan
konseling.
Luis Vives sebagai filosof dan juga
pendidik berpendapat bahwa merupakan suatu kebutuhan untuk membimbing individu
yang sesuai denan sikap dan bakatnya. Di samping itu dia mengemukakan bahwa
para wanita pun harus dipersiapkanuntuk dapat bekerja.
Rene Descrates (1596 – 1650) telah
melakukan studi tentang tubuh manusia sebagai suatu organisme yang mereaksi
terhadap berbagaistimulus. Sementara pada abad 18, Jean Jacques Rousseau (1712
– 1778) menemukakan bahwa perkembangan inidividu dapat berlangsung dengan baik,
apabila dia bebas untuk mengembangkan dorongan-dorongan alamiahnya, dan dia
diberi kebebasan untuk belajar dan belajar melalui berbuat (bekerja). Hampir
bersamaan waktunya dengan Rousseau, Johann Pestalozzi (1746 – 1827) seorang
pendidik ternama dari Swiss mengemukakan bahwa masyarakat itu dapat
direformasi, apabila setiap warga masyarakat tersebut dapat menolong
perkembangan dirinya sendiri (to help himself develop).
Dengan ditemukannya mesin cetak,
maka terbitlah buku-buku tentang bimbinga, seperti menyangkut kehidupan
beragama, dan eksplorasi kariri, atau pekerjaan. Awal abad ke – 20 merupakan
kondisi yang kondusif danposisi yang penting bagiperkembangandanpenerimaan
bimbingan, baik secara konseptual – teoretik maupun praktek di lapangan.
Buku-buku itu seperti karangan Powell, yaitu Tom of All Trades; Or the Plalin
Pathway to Preferment, yang diterbitkan di London tahun 1631. Melalui buku ini
Powell memberikan penjelasan tentang berbagai informasi yang terkait dengan
profesi (pekerjaan) danbagaimana mencapai atau memperolehnya, sumber – sumber
bantuan finansial, dan sekolah – sekolahtertentu yang cocok untuk
mempersiapkannya.
Paparan di atas merupakan sekilas
pandanag para tokoh tentang bagaimana bimbingan dan konseling itu berkembang,
dari mulai zaman yunani kuno sampai dengan abad 18-an. Pada uraian berikut akan
dijelaskan tentang bagaimana tonggak-tonggak sejarah perkembangan bimbingan dan
konseling di Amerika dan Indonesia.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan
Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya
Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting
sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu
hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang
kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960.
Perkembangan
berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan
jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP
Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil
disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP.
Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program
PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk
mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu
belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan. Pengangkatan Guru
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA
Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal
formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang
Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan
pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di
sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah
dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.
Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak
jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang
bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak
yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak
orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah.
Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di
sekolah.
Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu
dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk
pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud
ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di
sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di sekolah mulai jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar